4.19.2012

Henri Maclain Pont, Bagian Arsitektur Belanda di Dunia

Aula Barat ITB
Pertengahan tahun 2004 yang lalu, untuk pertama kalinya saya datang dan tinggal sementara seorang diri di Bandung. Setelah selesai mengikuti ujian bersama ribuan calon mahasiswa Institut Teknologi Bandung saya memutuskan untuk menyusuri jalan Ganesha, menikmati udara Bandung dan memanjakan mata sejenak pada suasana sekitar. Saat itu juga dalam hati saya berceletuk bahwa tempat ini sangat nyaman untuk menimba ilmu. Sambil berlalu, pandangan mata tak lepas pada dua buah bangunan serupa yang saling berdampingan –Aula Barat dan Timur ITB. Kedua bangunan besar ini terlihat sederhana dan menyatu dengan lingkungannya.


Tak lama berselang saya diterima sebagai mahasiswa Arsitektur ITB dan dari beberapa perkuliahannya saya mulai mengenal kota Bandung sebagai kota kreatif yang pembangunannya pada awal abad ke 20 tidak terlepas dari peran para asitek Belanda. Ya, Aula Barat dan Timur ITB ini adalah salah satu karya seorang arsitek Belanda, Henri Maclaine Pont.

Henri Maclaine Pont adalah seorang arsitek, ahli konstruksi bangunan dan arkeolog keturunan campuran Belanda-Indonesia. Tahun 1885 Maclaine Pont lahir di Meester Cornelis (Jatinegara) dari seorang perempuan asli Indonesia berdarah Maluku dan meninggal dunia di Belanda tahun 1971. Masa kecilnya dihabiskan di Jawa, baru ketika kuliah dia melanjutkannya di THS Delft dan lulus tahun 1911. Selesai kuliah Maclaine Pont kembali ke Indonesia. Tahun 1918 dia dipercaya oleh Belanda untuk merancang sekolah teknik pertama Hindia-Belanda (Indonesia), yaitu Technische Hoogeschool te Bandung (ITB) dengan Aula Barat dan Timur sebagai salah satu bangunan pertama yang selesai dibangun tahun 1920.

Keduanya merupakan bangunan berbentang lebar dengan teknologi terbaru pada masanya (awal abad 20) yaitu dengan “laminated wood” sebagai struktur utama penopang atap. “Laminated wood” ini sendiri merupakan papan-papan kayu yang dilengkungkan, kemudian disatukan dengan rangka dan mur besi sebagai pengikatnya. Alhasil struktur ini tidak hanya berfungsi secara struktural tapi juga sebagai elemen estetis di dalam bangunan. Dalam proses perancangannya sendiri Maclain Pont tidak melupakan ciri khas budaya dan iklim lingkungan setempat (Indonesia), sehingga apa yang dia rancang merupakan pertemuan antara arsitektur tradisional tropis dengan konstruksi modern. Tata letak dan desain bangunan sendiri sebenarnya tidak terlepas dari gaya barat yang proporsional dan simetris.

Selain karya Maclain Pont saya juga mempelajari dan menjelajahi langsung beberapa karya arsitek Belanda lainnya, diataranya Gedung Merdeka karya C.P.W. Schoemaker, Hotel Savoy Homann karya Albert Aalbers, dan Gedung Sate karya J Gerber.

Karya arsitek-arsitek Belanda ini menjadi bagian penting dalam membentuk kota Bandung sehingga sangat nyaman sebagai tempat untuk tinggal, menuntut ilmu dan mengeksplorasi kreativitas. Melalui buku arsitektural, internet serta percakapan dengan teman yang saat ini tinggal di Belanda saya dapat melihat sekaligus ikut merasakan bahwa perkembangan di Belanda hingga sekarang terutama dari segi arsitekturalnya mampu meningkatkan kualitas kehidupan manusia yang ada di dalamnya. Rem Koolhaas (OMA) dan Mecanoo Architecten adalah beberapa nama arsitek terkini yang ada di Belanda. Tidak mengherankan jika saat ini Belanda masuk dalam Top 10 World’s Best Countries versi Newsweek dan peringkat ke-7 dunia dalam Human Developmen Index (HDI) UNDP.

Saya jadi ingin mengalami sendiri untuk tinggal dan menuntut ilmu ke negeri Belanda. Bagaimana denganmu? ^_^


Sumber:
Mahatmanto. 2002. “Publikasi Pemikiran Henri Maclaine Pont di Jawa”. Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta.
http://en.nai.nl/collection/view_the_collection/item/_pid/kolom2-1/_rp_kolom2-1_elementId/1_742162
http://en.wikipedia.org/wiki/Bandung

Original post:
http://kompetiblog2011.studidibelanda.com/news/2011/05/11/638/henri_maclain_pont__bagian_arsitektur_belanda_di_dunia.html

4.18.2012

Mon Journal à Yogyakarta, Juillet 2011

Mardi 12 Juillet, 20h
Je suis à Yogyakarta. Je vais aller à trois jeurs la conférence internationale des jeunes urbanites. Je reste à la rue Prawirotaman 5A, dans une maison de mon ami, Danis. C’est dans en ville. C’est près de Malioboro ne prend que 10 minutes en taxi.

Mercredi 13 Juillet, 21h
by PutriPuuch
l'hôtel Phoenix
Première journée la conférence internationale des jeunes urbanites. Le participants sont des resposables gouvernementaux, des professionnels, des étudiants universitaires de l’urbanisme et les individus. Ils sont de la Malaisie, Singapour, Indonésie et Australie. La conférence internationale des jeunes urbanites organisée à l'hôtel Phoenix, un ancien hôtel. J’aime l’atmosphère de l’ancien bâtiment. J’ai vu Bintan, mon amie à l’université. Elle est le point d'ancrage la présentatrice de la conférence. Après la conférence, Bintan et moi allons faire du shopping à Malioboro.

Jeudi 14 Juillet, 21h
C’est le dernier jour de la conférence. J'ai rencontrée Rydahl le supérieurs urbaniste planificatrice principale en milieu urbain au Surbana Urbanisme Groupe à Singapour. Elle est très gentille personne. Cory, Bintan compagnon de chambre à hôtel, recommandé de manger “oseng-oseng Mercon” à la rue Yohanes du soir. C’est super plat chaud dans le monde!

Vendredi 15 Juillet, 20h
by PutriPuuch
la Montagne Merapi
Aujourd’hiu, J’ai visiter le site à la Montagne Merapi, Sukunan Village et artisanat d’argent à Kota Gede. C’est une grand tournée! Le soir, Je vais au restaurant K’meal à la rue Tirtodipuran. J’ai commamdré une pizza au saumon, pomme de terre, fromage mozzarella et le brocoli pour la graniture. C’est trés bien! :9

Samedi 16 Jiullet, 8h
Ce matin, j’ai dit adieu à la mère Danis. Elle est très gentille. Je vais à l’aéroport à 8h pour revenir à Jakarta. :D

Au revoir Yogyakarta!